Puisi Ahmad Khafikur Rahman

SUBUH
Air wudu memecah setiap rinai peluh
Menusuk sejuk pori tubuh
Ragam raut wajah menyapa pintu surau
Yang setengah rubuh
Seakan meronta ingin menuai semua peluh
Hentak lutut bersambut kening mulai gaduh
Memecah dinginnya ubin
Cat tembokpun meluruh
Dua rakaat yang katanya lebih baik dari bumi dan langit
Tapi sudah kutunaikan rakaat yang kesepuluh
Tak ayal menghilangkan rasa angkuh
Amin jamaah mulai bergemuruh
Pertanda salat sudah mulai separuh
Di depan mihrab ini kumunajatkan doa
Sembari bersimpuh
Tuhan
Di bawah kubah cakrawala yang terasa teduh
Kuijinkan hati ini untuk kau sentuh
BUNGA
Bunga baru
Mekar di hati
Bunga tumbuh
Layu kembali
Bunga
Bukan dahlia atau melati
Bukan kenanga atau seruni
Bunga
Mekar di tanah yang sama
Erat dalam genggamannya
Bunga
Pupus kembali
Jiwaku mati
Aku merana
Aku tiada
MISTERINYA DIRIMU
Hingga kini aku tak bisa menafsir isi hatimu
Yang lebih banyak menolak saat aku ajak bertemu
Isyarat WhatsApp-ku bercentang biru
Bunyikan rindu yang berbalut pilu
Ada kesal yang kutinggalkan
Mengalir jauh bersama rintik hujan
Serba salah
Kucoba untuk duduk di depan pelataran
Harap berlalu rasa amarah
Kurebahkan punggung di kasur
Namun tak berlalu rasa gelisah
Diri ini terombang-ambing oleh kejenuhan
Menetap sepi di tengah keramaian
Hingga kutulis bait terakhir
Tak kunjung ada hati yang sudi mampir